Fokus
sasaran pembangunan jangka menengah Indonesia 2020-2024 adalah mewujudkan
masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Dalam pencapaiannya
diupayakan melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan
terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh. Tentu saja hal ini dimaksudkan
dengan berlandaskan utama pada keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang
didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.
Pada
tahun 2020, upaya pencapaian sasaran pembangunan ini sudah mendapat ujian hebat
dengan adanya pandemi Covid-19. Sejak pandemi Covid-19 melanda, pemerintah
pusat/daerah telah dihadapkan pada permasalahan kesehatan masyarakat dan pertumbuhan
ekonomi yang terkontraksi hingga mengalami resesi. Capaian berbagai indikator
pembangunan akhirnya menjadi anomali. Namun demikian, pembangunan seharusnya
tidak hanya dianalisis dari pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga harus
dipahami dari sudut manusianya.
Manusia
dan segenap kemampuannya harus menjadi kriteria utama untuk menilai
keberhasilan pembangunan, yang dapat dilihat dalam Indeks Pembangunan Manusia
(IPM). Urgensi IPM dalam konteks pembangunan manusia sudah sepatutnya menjadi
perhatian berbagai pihak untuk mengetahui posisi daerah, ketimpangan
pembangunan antardaerah, dan capaian kinerja pemerintah pusat/daerah yang telah
ditetapkan.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Pembangunan
manusia didefinisikan sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging people choice). Agar terukur,
dirumuskanlah IPM sebagai indikator dalam bentuk ukuran ringkas rata-rata
capaian/keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia yang
meliputi tiga dimensi dasar, yaitu umur
panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak. Umur panjang dan
sehat diukur dengan Umur Harapan Hidup saat lahir (UHH). Pengetahuan diukur
dengan indikator Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Dan
terakhir, standar hidup yang layak diukur dengan pengeluaran per kapita
disesuaikan.
Pertumbuhan dan Disparitas IPM
Kemajuan
pembangunan manusia dapat dilihat melalui kecepatan pertumbuhan IPM. Kecepatan pertumbuhan
IPM menggambarkan upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
pembangunan manusia dalam suatu periode. Selain pertumbuhannya, status IPM juga
dapat menggambarkan level pencapaian pembangunan manusia dalam suatu periode.
Level IPM diklasifikasikan atas kategori Sangat Tinggi untuk IPM ≥ 80, Tinggi
untuk 70 ≤ IPM < 80, Sedang untuk 60 ≤ IPM < 70, dan Rendah untuk IPM
< 60. Namun demikian, IPM merupakan indikator jangka panjang sehingga perlu
kehati-hatian dalam memaknainya.
Pada
tanggal 15 Desember 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa IPM
Indonesia tahun 2020 sebesar 71,94 atau tumbuh 0,03 persen (naik 0,02 poin)
dibandingkan capaian tahun sebelumnya. IPM 2020 tumbuh melambat atau cenderung tumbuh
stagnan/datar. Pandemi Covid-19 telah berpengaruh terhadap perlambatan pertumbuhan
IPM tahun 2020. Kualitas kesehatan dan pendidikan masyarakat Indonesia masih
meningkat, namun pengeluaran per kapita yang disesuaikan mengalami penurunan.
Perlambatan
pertumbuhan IPM Indonesia tahun 2020 sangat dipengaruhi oleh turunnya rata-rata
pengeluaran per kapita yang disesuaikan dari 11,30 juta rupiah pada tahun 2019
menjadi 11,01 juta rupiah pada tahun 2020. Dari sisi pendidikan, anak-anak
berusia 7 tahun memiliki harapan dapat menikmati pendidikan selama 12,98 tahun
(naik 0,03 tahun) atau hampir setara dengan lamanya waktu untuk menamatkan
pendidikan hingga tingkat Diploma I. Selain itu, rata-rata lama sekolah
penduduk umur 25 tahun ke atas tahun 2020 juga masih meningkat 0,14 tahun menjadi
hampir 8 tahun 6 bulan. Dari sisi kesehatan, bayi yang lahir pada tahun 2020
memiliki harapan untuk dapat hidup hingga 71,47 tahun, lebih lama sekitar 1,5 bulan
dibandingkan dengan mereka yang lahir pada tahun sebelumnya.
IPM
berbagai provinsi di Indonesia masih cukup bervariasi dan masih ada yang memiliki
disparitas yang tinggi. IPM tertinggi tercatat di DKI Jakarta sebesar 80,77
(sangat tinggi). DKI Jakarta menyandang kategori sangat tinggi sejak tahun
2017. Adapun IPM Bali (75,50) menduduki peringkat ke-5 nasional, berada di bawah
DKI Jakarta (80,77), DI Yogyakarta (79,97), Kalimantan Timur (76,24), dan Kepulauan
Riau (75,59). IPM Papua (60,44) merupakan yang terendah dan berkategori sedang,
yang telah beranjak dari kategori rendah sejak tahun 2018. Disparitas IPM tertinggi
antar provinsi di Indonesia tercatat dengan rentang indeks sebesar 20,33 (DKI
Jakarta dengan Papua).
IPM
Bali tahun 2020 meningkat dibanding tahun sebelumnya namun tumbuh melambat. Tercatat
bahwa IPM Bali tahun 2020 sebesar 75,50 atau tumbuh 0,16 persen (naik 0,12
poin) dari tahun sebelumnya. Padahal pertumbuhan IPM rata-rata per tahun satu
dasawarsa terakhir sebesar 0,75 persen. IPM Bali sudah masuk dalam level
tinggi, bahkan sejak tahun 2010 (70,10). Perlambatan IPM Bali tahun 2020
tergambar dari dimensi standar hidup layak (pengeluaran per kapita per tahun
yang disesuaikan) yang turun, meskipun dimensi umur panjang dan hidup sehat serta
pengetahuan masih meningkat.
Tercatat
rata-rata pengeluaran per kapita yang disesuaikan pada tahun 2019 sebesar 14,15
juta rupiah, turun menjadi 13,93 juta rupiah pada tahun 2020. Dampak pandemi
Covid-19 yang menghantam Bali memang tak terelakkan di sisi ini. Dari sisi
pendidikan tahun 2020, anak-anak berusia 7 tahun memiliki harapan dapat
menikmati pendidikan selama 13,33 tahun (naik 0,06 tahun) atau hampir setara
dengan lamanya waktu untuk menamatkan pendidikan hingga tingkat Diploma I. Untuk
rata-rata lama sekolah penduduk umur 25 tahun ke atas tahun 2020 juga masih
meningkat 0,11 tahun menjadi 8,95 tahun. Dari sisi kesehatan, bayi yang lahir
pada tahun 2020 memiliki harapan untuk dapat hidup hingga 72,13 tahun, lebih
lama 0,14 tahun dibandingkan dengan mereka yang lahir pada tahun sebelumnya.
Adapun
disparitas IPM tahun 2020 antar kabupaten/kota se-Bali masih terbuka dengan
yang tertinggi berjarak sebesar indeks 16,58 yaitu antara Denpasar (83,93) dan Karangasem
(67,35). Hal ini masih menunjukkan fakta bahwa masih terdapat jurang yang cukup
berarti atas ketidakmerataan sektor pembangunan manusia di Bali. Namun demikian
tercatat disparitas ini sejak tahun 2010 cenderung terus mengecil.
Urgensi IPM dalam Pembangunan Daerah
Upaya
memacu pertumbuhan ekonomi daerah harus diimbangi dengan upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat yang tercermin dari pembangunan manusia yang sehat, terdidik, dan
memiliki standar hidup yang layak. Terlebih dalam hal ini terjadi di masa
pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Hal ini penting, karena tatkala sedang
dalam krisis seperti saat ini, dengan adanya guncangan tinggi terhadap
perekonomian daerah, maka dengan modal kualitas pembangunan manusia yang baik
diharapkan segenap elemen bangsa dapat bertahan (survive) dan teruji dengan baik untuk kemudian dapat bangkit
kembali. Dari sinilah, urgensi IPM sebagai indikator penting untuk mengukur
keberhasilan dalam membangun kualitas hidup manusia, akan menjadi cerminan
keyakinan keberhasilan pemerintah dalam mengajak masyarakat untuk bersama-sama
membangkitkan perekonomian yang sedang terpuruk.
IPM
juga menjadi penting dikarenakan sebagai salah satu alokator dalam penentuan
Dana Alokasi Umum (DAU). Perlu diketahui bahwa IPM bersifat terukur, sehingga
IPM dapat menjadi target pembangunan suatu daerah dan masuk dalam pembahasan asumsi
makro di DPRD/DPR-RI. Keberadaan DAU oleh pemerintah bertujuan agar terjadi pemerataan
kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Dalam rumusannya, DAU merupakan penjumlahan dari
alokasi dasar dan celah fiskal. Alokasi dasar tidak lain adalah jumlah gaji PNS
daerah sedangkan celah fiskal berasal dari selisih antara kebutuhan fiskal dan
kapasitas fiskal. Dalam kebutuhan fiskal mengandung variabel IPM dan variabel
lainnya seperti jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi
(IKK), dan PDRB per kapita sedangkan dalam kapasitas fiskal terdapat variabel
Pendapatan Asli daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Semakin tinggi IPM maka
dimungkinkan akan mendapatkan DAU yang lebih besar jika diketahui kapasitas
fiskal seperti kepemilikan PAD kecil. Namun demikian DAU akan kecil bahkan
tidak akan diterima jika daerah tersebut telah mempunyai kapasitas fiskal yang lebih
besar atau sebanding dengan kebutuhan fiskalnya.
Urgensi
IPM lainnya adalah sebagai unsur penentuan Dana Insentif Daerah (DID) karena
indikator yang digunakan dalam penghitungan DID berupa komponen IPM (HLS, RLS,
dan Pengeluaran). Keberadaan DID diketahui untuk memberikan penghargaan atas
perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu di bidang tata kelola keuangan
daerah, pelayanan umum pemerintahan, pelayanan dasar publik, dan/atau
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena IPM merupakan ukuran kinerja pemerintah
dan perwujudan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah, dimana masyarakat
diharapkan menjadi penopang dan penggerak perekonomian, maka ke depan sudah
menjadi keharusan adanya langkah-langkah dalam penguatan pertumbuhan pembangunan
manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar