Dimuat di www.beritabali.com
Sudah
hampir satu tahun pandemi Covid-19 melanda dan mewabah di Indonesia. Sepanjang
masa itu juga pandemi telah menggempur berbagai sendi kehidupan manusia.
Pembahasan kebijakan ekonomi dan kesehatan menjadi titik puncak pergolakan dilematika
pemerintah dan masyarakat di bawah. Penentuan prioritas apa yang harus
didahulukan, menjadi hal yang tidak mudah. Mengutamakan perekonomian dengan
mengabaikan protokol kesehatan laksana bunuh diri atau setidaknya bakal sering nampak/terdengar
berita duka berseliweran di sekitar kita. Namun jika mengutamakan kesehatan semata
dengan mengabaikan perekonomian, akan dihadapkan pada persoalan bagaimana
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat. Jalan tengah yang sering
diambil kemudian adalah tetap menjalankan roda perekonomian secara terukur dan
selektif dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Rilis
berita resmi statistik Badan Pusat Statistik (BPS) pada 5 November 2020 menyatakan
bahwa pada triwulan III 2020 Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mengalami penurunan
sebesar Rp. 98,3 triliun (3,49 persen) dibanding periode sama
tahun 2019, meskipun jika dibandingkan triwulan II 2020, naik sebesar 5,05
persen. Di Bali,
PDRB triwulan III 2020 terkonfirmasi
juga turun sebesar Rp. 9,39 triliun atau
turun sebesar 12,28 persen dari PDRB triwulan III 2019, meskipun nyatanya
mengalami kenaikan sebesar 1,66 persen dibanding triwulan II 2020.
Di
sisi kesehatan, dikutip dari laman Satgas Penanganan Covid-19 https://covid19.go.id ,
secara nasional hingga tanggal 6 Januari 2021 perkembangan kasus terkonfirmasi positif
Covid-19 per hari sudah hampir menyentuh 9.000 orang, mempunyai tren terus meningkat
sejak pertama kali muncul. Di Bali, meski pada awal September hingga pertengahan
November 2020 perkembangan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 per hari menunjukkan
tren menurun, namun setelahnya kembali meningkat hingga saat ini. Kasus positif
Covid-19 terbanyak dalam sehari di Bali terjadi pada tanggal 3 Desember 2020
yaitu sebanyak 230 orang. Kebijakan pengetatan protokol kesehatan di awal tahun
2021 kembali digulirkan, yang di sampaikan langsung oleh Ketua Komite
Penanganan Covid-19 pada tanggal 6 Januari 2021. Yang terbaru, di Bali ditindaklanjuti
dengan terbitnya Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 01 tahun 2021 tanggal 6
Januari 2021 perihal pelaksanaan kegiatan masyarakat dalam tatanan kehidupan
era baru di Provinsi Bali. Upaya kebangkitan perekonomian di Indonesia secara
umum, rupanya arahnya masih harus terukur dengan terjaganya kesehatan
masyarakat terhadap imbas yang dihadirkan dari pandemi Covid-19.
Guna
tetap berjalannya perekonomian di Indonesia, beberapa penelitian menyebutkan
bahwa meskipun Covid-19 memberikan dampak negatif terhadap sebagian besar
sektor ekonomi, sektor perdagangan online (e-commerce)
adalah salah satu sektor yang masih dapat
bertahan di tengah
situasi pandemi. E-commerce
adalah aktivitas penyebaran, penjualan, pembelian, pemasaran produk (barang dan
jasa), dengan memanfaatkan jaringan telekomunikasi seperti internet, televisi,
atau jaringan komputer lainnya.
Melihat
keberlangsungan ekonomi di tengah masyarakat selama pandemi, ada hal menarik,
ternyata perdagangan online (e-commerce) justru
menggeliat. Menurut kajian big data yang
dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) seputar perdagangan online (e-commerce) di Indonesia, khususnya pada
platform marketplace selama pandemi,
sektor ini cukup potensial untuk dikembangkan. Hal ini dipicu oleh tuntutan
harus mengurangi kontak fisik selama bertransaksi saat pandemi, sehingga
preferensi berbelanja masyarakat bergeser dari semula berbelanja secara
konvensial dengan mendatangi pusat perbelanjaan berubah menjadi belanja online.
Sejak
terjadi pandemi Covid-19 awal tahun 2020, tren perdagangan online naik setiap bulannya. Terjadi penurunan
hanya di bulan Maret dan April 2020, karena saat itu merupakan awal pemerintah
menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Jika dilihat secara
triwulan, tren perdagangan online juga mengalami kenaikan. Geliat perdagangan online
triwulan III 2020 meningkat menjadi sekitar dua kali lipat dibanding triwulan I
2020. Produk yang memiliki peminat tinggi dan terus meningkat adalah
perlengkapan rumah, dan menyusul setelahnya produk perawatan dan kecantikan.
Produk souvenir dan pesta pada bulan Agustus 2020 menunjukkan geliat positif
yang terbesar kedua setelah perlengkapan rumah. Hal ini diduga terjadi seiring pada
bulan-bulan sebelummnya ada kebijakan agar melarang atau setidaknya menunda
pesta perkawinan.
Masih
dalam kajian big data oleh BPS, jika
dirinci berdasarkan kategori produknya, pada kategori produk olahraga, empat
bulan pertama tahun 2020, produk berupa asesoris
olahraga, baju olahraga, dan alat pancing merupakan produk-produk olahraga yang
paling diminati. Namun demikian pada bulan Mei 2020 dan setelahnya, minat
produk olahraga sebagian besar orang bergeser pada produk asesoris dan komponen
sepeda. Sedangkan untuk jenis produk kesehatan yang paling diminati selama
pandemi adalah suplemen makanan dan alat medis lainnya yg terdiri dari masker,
termometer, oksigen tabung, dan alat-alat pertolongan pertama. Untuk kategori produk
makanan dan minuman di marketplace
yang paling diminati adalah produk makanan siap saji, makanan instan, makanan
beku, produk camilan dan minuman bubuk.
Geliat meningkatnya perdagangan online ini idealnya merata dan mampu dimanfaatkan dan dinikmati seluruh masyarakat di Indonesia, sehingga sektor yang masih dapat bertahan selama pandemi ini juga dapat menggerakkan roda perekonomian daerah setempat. Hal ini bisa jadi penting terutama pada daerah seperti Bali yang sumber perekonomian utamanya adalah pariwisata, yang masih tertahan untuk dapat digenjot kebangkitannya. Bali dengan kepemilikan industri kreatif yang melimpah dan infrastruktur teknologi serta penetrasi internet yang besar, jika produk-produknya masuk marketplace secara kompetitif, seharusnya juga akan mampu menggerakan ekonomi daerahnya. Namun demikian faktanya sektor perdagangan online (e-commerce) di Indonesia nampaknya masih didominasi oleh pedagang online yang berdomisili di Pulau Jawa. Produk-produk yang berada di marketplace, banyak dijual oleh pedagang yang berdomisili di DKI Jakarta (34,95%), Jawa Barat (26,17%), Jawa Timur (13,52%), Jawa Tengah (10,94%), dan Banten (7,32%) sedangkan provinsi lainnya berkisar sebesar 7,10% dari seluruh total produk yang terjual. Tentu saja hal ini dikarenakan Pulau Jawa selain berpenduduk besar juga memiliki infrastruktur teknologi dan penetrasi internet terbesar.
Realitas
ketidakmerataan dalam infrastruktur teknologi dan penetrasi internet di seluruh
wilayah di Indonesia menjadi tantangan yang harus dihadapi sektor perdagangan
online (e-commerce). Dan tentu saja
tantangan di sektor ini tidak tunggal, karena geliat perdagangan online (e-commerce) memerlukan sektor pendukung
yaitu ketersediaan sektor transportasi dan pergudangan. Keterlambatan supply
barang dan pengiriman barang ke konsumen menjadi prioritas untuk dihindari. Dalam
kondisi pandemi seperti saat ini, memang sebagian masyarakat tetap
memilih untuk membeli
kebutuhan secara online karena hal ini dianggap sebagai
pilihan terbaik. Masyarakat yang mampu menangkap berbagai fenomena di atas dan
dapat memanfaatkannya dengan sebaiknya akan dapat meraup keuntungan secara
optimal. Apalagi jika pemerintah juga menyadarinya dengan memberi ruang dan
mendukung dengan kebijakan tepat sasaran bagi segenap masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar