Selasa, 08 Desember 2020

Demokrasi dan Komitmen Pilkada Sehat

Gelombang demokratisasi global telah menggeser beberapa rezim non demokratis menjadi rezim demokratis. Dari gelombang demokratisasi ini muncul kebutuhan untuk mengetahui sejauh mana demokratisasi telah berjalan, tak terkecuali di negara Indonesia. Indonesia perlu mengetahui tingkat perkembangan demokrasi hingga tingkat daerah karena keberhasilan sebagai negara demokratis akan sangat tergantung pada sejauh mana demokrasi berkembang dan diterapkan di seluruh provinsi di Indonesia.

Dalam sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang telah berlangsung tiga per empat abad, perkembangan demokrasi telah mengalami pasang surut. Salah satu masalah pokok yang dihadapi oleh bangsa Indonesia di tengah-tengah pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi ialah bagaimana meningkatkan kehidupan ekonomi yang berkeadilan, membangun kehidupan sosial dan politik yang demokratis di tengah masyarakat yang beraneka ragam suku, agama, adat dan budayanya. Pembangunan demokrasi dan politik merupakan hal yang terus diupayakan oleh pemerintah. 

Untuk mengukur perkembangan demokrasi yang khas di Indonesia, maka sejak tahun 2009 secara bersama-sama telah dirumuskanlah Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) oleh  Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Pusat Statistik (BPS), Dewan Ahli, dan United Nations Development Programs (UNDP).

 

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI)

Indeks Demokrasi Indonesia merupakan alat ukur obyektif dan empiris terhadap kondisi demokrasi politik di Indonesia dalam 3 aspek, yaitu kebebasan sipil, hak-hak politik, dan kelembagaan demokrasi. Pemerintah telah menetapkan IDI sebagai salah satu target sasaran pokok pembangunan nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Berdasar skor IDI tahun 2019, yaitu sebesar 74,92, diharapkan tahun 2024 skor IDI mencapai 78,73 (Bappenas,2020). 

Pencanangan target IDI dalam hal ini menunjukkan tingginya komitmen pemerintah dalam membangun demokrasi sebagai salah satu prioritas pembangunan di bidang politik. Upaya ini perlu mendapat dukungan seluruh stakeholder, mengingat cita-cita membangun demokrasi bukan hanya menjadi domain pemerintah tetapi juga mensyaratkan partisipasi masyarakat di dalamnya. Untuk itulah di dalam IDI, pemerintah dan masyarakat sama-sama dipandang sebagai aktor penting yang turut menentukan performa demokrasi. 

IDI bertujuan untuk mengukur secara kuantitatif tingkat perkembangan demokrasi. IDI merupakan alat general check up terhadap kondisi demokrasi baik tingkat nasional maupun provinsi. Selain hal itu, perlu ditekankan bahwa IDI sesungguhnya bukanlah alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah semata karena komponen yang membentuk indikator, variabel dan aspek IDI tidak saja mengukur lingkup bidang tugas pemerintah semata, tetapi pada saat yang bersamaan juga mengukur geliat demokrasi yang tumbuh di masyarakat (BPS,2012).

 

Capaian Kinerja Demokrasi

Berdasar rilis data BPS, Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2019 mencapai angka 74,92 dalam skala 0 sampai 100. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan angka IDI 2018 yang sebesar 72,39. Capaian kinerja demokrasi Indonesia tersebut masih berada pada kategori sedang. Klasifikasi tingkat demokrasi dikelompokkan menjadi tiga kategori, yakni kategori baik (indeks > 80), kategori sedang (indeks 60 – 80), dan kategori buruk (indeks < 60). 

IDI sepanjang tahun 2018-2019 dipengaruhi oleh penurunan aspek kebebasan sipil  sebesar  1,26  poin  (dari  78,46  menjadi  77,20),  kenaikan aspek  hak-hak  politik  sebesar  4,92  poin  (dari  65,79  menjadi 70,71) dan kenaikan aspek lembaga demokrasi sebesar 3,48 poin (dari 75,25 menjadi 78,73). Sejak dirumuskan tahun 2009 hingga tahun 2019, capaian skor IDI mengalami fluktuasi. Gambaran dinamika demokrasi Indonesia selama kurun waktu sebelas tahun terakhir sungguh unik terlihat dari fluktuasinya. Sebagai perwujudan dari perkembangan demokrasi yang khas Indonesia, IDI memang dirancang untuk sensitif terhadap naik dan turunnya kondisi demokrasi Indonesia berdasarkan fakta atau realitas yang terjadi.

Kinerja demokrasi di Indonesia yang tergambar pada Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) dalam rentang tahun 2017-2019, terlihat masih bersifat demokrasi prosedural. Hal ini tergambar seperti pada IDI tahun 2019, terlihat bahwa pada aspek kebebasan sipil (77,20) dan aspek lembaga demokrasi (78,73) lebih tinggi dibandingkan aspek hak- hak politik (70,71). Sebagaimana dinyatakan Janda, Kenneth, etc (2014), terdapat  dua cara pandang utama untuk melihat demokrasi yakni demokrasi  prosedural dan  demokrasi substansial. 

Demokrasi prosedural melihat demokrasi sebagai bentuk pemerintahan, yang menekankan prosedur pelaksanaan demokrasi seperti bagaimana cara memilih dengan menggunakan cara-cara demokratis seperti dengan mufakat atau voting. Sedangkan demokrasi   substansial   melihat  demokrasi pada substansinya,  yakni penggunaan prinsip-prinsip demokrasi seperti kebebasan individu  dan pengakuan atas hak sipil sebagai pelaksanaan demokrasi. Dalam proses pembangunan demokrasi Indonesia tahun 2015-2019, pemilu sebagai indikator utama pelaksanaan demokrasi, tercatat partisipasi pemilih dalam pemilu untuk legislatif 2019 mencapai 81,69 persen, dan untuk pemilu presiden dan wakil presiden 2019 mencapai 81,97 persen, serta seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, capaian Indeks Kemerdekaan Pers tercatat mencapai nilai 73,71 (cukup bebas).

Perkembangan IDI Provinsi di Indonesia cukup bervariasi. Pada tahun 2019, terdapat tujuh provinsi yang berada pada tingkat kinerja demokrasi yang berkategori baik yaitu DKI Jakarta (88,29), Kalimantan Utara (83,45), Kepulauan Riau (81,64), Bali (81,38), Kalimantan Tengah (81,16), Nusa Tenggara Timur (81,02), dan DI Yogyakarta (80,67). Pada tahun yang sama terdapat satu provinsi yang masih punya kinerja demokrasi berkategori buruk, yaitu Papua Barat (57,62), sedangkan provinsi lainnya masuk dalam kinerja demokrasi sedang. Fluktuasi angka-angka IDI di setiap provinsi menunjukkan betapa dinamisnya demokrasi yang berlangsung dan menunjukkan betapa sensitifnya demokrasi terhadap unsur-unsur yang mendukung ataupun meruntuhkan IDI. Beberapa provinsi masih bergulat dengan aneka ragam persoalan terkait demokrasi, yang keberhasilan mengatasinya diukur dari seberapa jauh tantangan indikator IDI bisa dilewati oleh semua provinsi.

 

Pilkada Sehat untuk Demokrasi Berkualitas

Pilkada merupakan salah satu indikator utama pelaksanaan demokrasi, karena dalam proses inilah pelaksanaan demokrasi secara nyata bisa dilihat. Pembangunan demokrasi  didasarkan pada aspirasi masyarakat melalui proses politik yang  demokratis.  Beberapa isu demokrasi domestik terkini dan di masa mendatang yang perlu diantisipasi adalah tuntutan kesetaraan  dan  kebebasan  berpendapat, intoleransi, diskriminasi, demokrasi prosedural, penegakan hukum, birokrasi bersih dan transparan, hingga potensi ancaman keamanan dan kedauatan negara. Berbagai problematika isu tersebut jika tidak mampu ditangani dengan baik dengan prinsip-prinsip umum keadilan dan kebenaran maka akan dapat melemahkan persatuan dan kesatuan bangsa.

          Pilkada serentak di Indonesia pada 9 Desember 2020 melibatkan 270 Pilkada yang terdiri dari 9 pemilihan Gubernur, 224 pemilihan Bupati, dan 37 Pemilihan Walikota. Termasuk didalamnya pilkada di Bali yakni di Denpasar, Karangasem, Jembrana, Badung, Bangli, dan Tabanan. Salah satu yang berbeda terkait pilkada kali ini adalah berlangsung di tengah pandemi Covid-19. Demi pilkada sehat dan pelaksanaan demokrasi yang berkualitas, peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2020 dipandang cukup komprehensif mengatur protokol kesehatan pencegahan Covid-19 saat pilkada. 

       Jelang pelaksanaan pemungutan suara, KPU Provinsi Bali telah menghimbau agar masyarakat nantinya dapat menyalurkan aspirasi hak-hak suaranya dengan menggaransi pelaksanaan pilkada di Bali akan sepenuhnya menerapkan protokol kesehatan. Hal ini dimaksudkan agar tidak menjadi klaster-klaster baru penyebaran Covid-19. Langkah penerapan protokol kesehatan yang dipersiapkan diantaranya adalah pemilih dalam satu TPS dibatasi 500 orang dengan waktu kedatangan pemilih ke TPS diatur sehingga mengurangi kerumunan dan nanti akan diukur suhu tubuhnya. Pemilih diwajibkan menggunakan masker ketika datang ke TPS, sedangkan penyelenggara menggunakan APD sesuai protokol kesehatan.  KPPS dan area TPS dalam keadaan sehat dan bebas Covid-19. Pemilih akan diberikan sarung tangan sekali pakai dan ada sterilisasi alat coblos surat suara secara berkala, serta  setelah selesai menggunakan hak pilih, jari pemilih akan ditetesi tinta bukan dicelup, sebagai pengenal telah menggunakan hak pilihnya dalam pilkada 2020. 

      Dengan penerapan protokol kesehatan yang demikian ketat maka masyarakat yang memiliki hak suara diharapkan tanpa takut datang ke TPS guna menyalurkan aspirasi politiknya demi demokrasi yang berkualitas. Dengan kinerja demokrasi Provinsi Bali (81,38) pada tahun 2019 berkategori baik maka tak berlebihan jika tetap muncul optimisme pilkada 9 Desember 2020 di enam kabupaten/kota di Bali akan berlangsung dengan baik demi lahirnya pemimpin daerah yang akan membawa loncatan besar kemajuan daerahnya, terlebih dalam upaya keluar dari keadaan krisis di masa pandemi Covid-19 yang belum berakhir.


Suprapto,S.Si.,M.Si 
Statistisi Muda di BPS Kabupaten Jembrana
Pemerhati Masalah Sosial dan Ekonomi

Tidak ada komentar: