Manapak babak baru dalam seratus hari masa kepemimpinan Bupati
Jembrana,
I Nengah Tamba, S.H. dan Wakil
Bupati I Gede Ngurah Patriana Krisna, S.T.,
M.T., pemerintah Kabupaten Jembrana, dalam hal ini Dinas Komunikasi dan Informatika
bersama Desa Warnasari dan BPS Kabupaten Jembrana telah membangun kolaborasi
dengan berhasil menelurkan gagasan program DESA BAGUS (Desa Membagun dengan
Statistik). Program ini telah dilaunching oleh Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten
Jembrana bersama Kepala BPS Provinsi Bali pada hari Selasa, 25 Mei 2021 di Desa
Warnasari. Kepala BPS Kabupaten Jembrana, Pimpinan Organisasi Perangkat Daerah
(OPD) Kabupaten Jembrana, segenap perangkat desa Warnasari dan masyarakat
setempat hadir dan menyatakan siap sepenuhnya menyukseskan program DESA BAGUS.
Desa Warnasari dijadikan sebagai pilot project, dan diharapkan dapat
direplikasi setidaknya pada 51 desa/kelurahan yang ada di Bumi Mekepung. Hal
ini dapat diyakini sebagai langkah setapak menuju Jembrana maju dan bahagia.
Sebagaimana
diketahui, Sensus Penduduk 2020 mencatat bahwa jumlah penduduk Kabupaten Jembrana
sebanyak 317.064 jiwa (7,34% penduduk Bali) dengan sekitar 73 persen
penduduknya tinggal di daerah pedesaan. Dengan adanya terobosan program DESA
BAGUS dan jika nantinya program bergulir dengan baik, tidak berlebihan jika
membayangkan kalau satu desa Warnasari
menjadi maju, setiap desa maju, 51 desa/kelurahan di Kabupaten Jembrana maju dan
setiap masyarakat didalamnya sejahtera maka visi-misi Jembrana yaitu terwujudnya
masyarakat Jembrana bahagia berdasarkan Tri Hita Karana, Nangun Sad Kerthi Loka
Jembrana, bakal bukan lagi sekadar impian semata.
Disebutkan
sebelumnya oleh Kepala BPS Kabupaten Jembrana bahwa program DESA BAGUS merupakan salah satu program layanan genuine dari BPS Kabupaten
Jembrana yang berkolaborasi dengan/untuk pemerintah Kabupaten Jembrana yang
sejalan dengan quick win BPS tahun 2021, yaitu program 100 Desa
Cantik (Desa Cinta Statistik) di Indonesia. Program DESA BAGUS merupakan pengejawantahan BPS Kabupaten
Jembrana dalam melakukan pembinaan statistik sektoral, sebagaimana diamanatkan
dalam Perpres No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. Dalam perencanan
kegiatan tersebut, telah dilakukan proses integrasi variabel, sesuai dengan
permintaan beberapa instansi pemerintah pusat dan juga daerah yang ditugaskan
kepada pemerintahan desa. Kegiatan ini diharapkan dapat membantu desa dalam
melakukan proses input data aplikasi milik pemerintah pusat, seperti diantaranya
Prodeskel, SDGs, BKKBN, dan lain sebagainya. BPS Kabupaten Jembrana telah
mengaplikasikan Generic
Statistical Business Process Model
(GSBPM) dalam melakukan pembinaan statistik kepada Desa Warnasari. Melalui
GSBPM yang telah dilakukan, diharapkan mampu menjawab kebutuhan Desa Warnasari
dan tentunya desa-desa lainnya.
Tindak
lanjut dari launching program DESA BAGUS di atas harus dikuatkan dengan kerja
keras dari tim-tim teknis seperti tim koordinasi, tim identifikasi data lintas sektor,
hingga tim evaluasi, analisis, dan diseminasi. Dengan berbasis optimalisasi sistem informasi
desa yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, diharapkan terwujud desa
berdata yang mampu terupdate secara periodik. Setelahnya tentu diharapkan desa mampu
melihat dan merumuskan potensi desanya masing-masing. Berangkat dari situ,
kesiapan segenap elemen desa dan didukung kolaborasi baik dari pemerintah
daerah/instansi yang kompeten maupun dari unsur akademisi bakal dapat menyusun
dan mengeksekusi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di desa menjadi lebih efektif,
efisien, dan tepat sasaran. Sudah menjadi rahasia umum, desa yang kreatif dan
inovatif, yang dapat menangkap setiap peluang memajukan desa, sedemikian hingga
desa mampu mengoptimalkan pendapatan desanya, bakal menjadi desa yang
benar-benar masyarakat di dalamnya merasakan kesejahteraan.
Keberadaan
program DESA BAGUS diyakini mampu kembali menumbuhkan harapan kemajuan bagi desa
dan pemerintah daerah dalam rangka menghilangkan sengkarut permasalahan yang
ada selama ini. Tentu menjadi dambaan ketika mendapatkan semua warga desa yang sehat,
pendidikan di desa yang berkualitas, pendapatan penduduk desa yang meningkat dan
tidak timpang. Tidak hanya itu saja, fasilitas di desa yang semakin baik, lingkungan
desa yang lestari, aman, nyaman, damai dan berkeadilan, ketiadaan pengangguran pemuda
desa, penurunan kemiskinan desa, minimumnya kekerasan terhadap perempuan dan
hal lainnya, bakal memastikan tidak ada satupun warga desa yang tertinggal.
Perlu
diketahui bahwa jika ditengok potensi desa di Kabupaten Jembrana, sebagaimana data yang bersumber dari hasil survei
Potensi Desa (Podes) 2018, mayoritas sumber penghasilan utama desa/kelurahan
berasal dari sektor pertanian. Terdapat 45 desa/kelurahan dengan sumber
penghasilan utama dari sektor pertanian, 5 (lima) desa/kelurahan berasal dari
sumber utama perdagangan besar/eceran sebanyak, dan ada 1 (satu) desa dengan sumber
utama berasal dari sektor jasa. Dalam tuntutan era digital dan teknologi
informasi, di Jembrana tidak ada satupun desa yang tidak ada sinyal internet, dengan
9 desa diantaranya tersedia sinyal sangat kuat, 39 desa tersedia sinyal kuat,
dan 3 desa lainnya masih dalam kondisi sinyal lemah. Dilihat kondisi sinyal
internet di Jembrana, ada 24 desa/kelurahan dengan sinyal internet GSM/CDMA sudah
berstatus 4G/LTE, dan 27 desa/kelurahan berstatus 3G/H/H+. Beberapa hal di atas
adalah contoh potensi desa yang semestinya dapat menjadi pijakan dalam menyusun
program membangun desa sesuai karakteristiknya masing-masing. Pentingnya data
semisal di atas dan juga seperti data yang menginformasikan komoditas unggulan
di sektor pertanian secara periodik juga disampaikan oleh Bupati Jembrana dalam
sambutannya.
Jika
ditelisik status desa secara umum di Bali, diketahui bahwa sudah tidak ada desa
berstatus tertinggal. Hal ini diketahui dari Indeks Pembangunan Desa (IPD)
2018. IPD disusun untuk menunjukkan tingkat perkembangan pembangunan di suatu
desa dengan rentang indeks 0 hingga 100. Desa dikatakan berstatus tertinggal digambarkan
sebagai desa dengan ketersediaan akses terhadap pelayanan dasar, infrastruktur,
aksesibilitas/transportasi, pelayanan umum, dan penyelenggaraan pemerintahan
yang masih minim dengan pendekatan nilai IPD tak lebih dari 50. Untuk desa berkembang
indikator tersebut diatas baru dibilang cukup memadai atau nilai IPD antara 50
hingga 75. Adapaun desa dengan nilai IPD di atas 75 atau indikatornya sudah
sangat baik maka masuk dalam kategori desa mandiri.
Secara lebih detail, diketahui bahwa rata-rata
IPD Bali sebesar 70,97. Dari total desa se-Bali yaitu sebanyak 636 desa,
terdapat 460 desa berstatus berkembang, dan 176 desa lainnya berstatus desa mandiri.
Kota Denpasar merupakan daerah dengan rata-rata kepemilikan IPD tertinggi di
Bali sekaligus tertinggi dalam skala nasional dengan nilai IPD sebesar 80,26.
Kabupaten Bangli menempati daerah dengan rata-rata IPD paling buncit di Bali
dengan nilai IPD 66, 35. Sedangkan Kabupaten Jembrana mempunyai rata-rata IPD
dengan nilai 70,06, dengan sekitar 83 persen (34 desa) berstatus desa
berkembang, dan sebanyak 17 persen (7 desa) berstatus desa mandiri, dan tidak ada satupun desa berstatus
tertinggal. Dua dimensi IPD yang masih rendah dan perlu menjadi perhatian di
Jembrana adalah kondisi infrastruktur (62,73), pelayanan umum (63,79), dan pelayanan
dasar (68,45). Sedangkan dua dimensi IPD lainnya sudah baik yaitu dimensi aksesibilitas/transportasi
sebesar 81,78, dan dimensi penyelenggaraan pemerintahan sebesar 76,24.
Jika dilihat
IPD secara nasional, didapatkan informasi bahwa di Indonesia pada tahun 2018 masih
terdapat sebanyak 19,17% desa atau 14.461 desa dengan status desa tertinggal.
Jumlah ini mengalami penurunan jika dibandingkan kondisi tahun 2014 yang masih
sebesar 26,81% (19.750 desa). Masih dalam data yang sama, di Indonesia tahun
2018 terdapat 73,40% (55.369 desa) berstatus desa berkembang, meningkat 4,14%
(4.343 desa) dibanding kondisi tahun 2014. Sedangkan desa berstatus mandiri di
Indonesia tahun 2018 mengalami peningkatan sebesar 3,5% (2.712 desa). Jika pada
tahun 2014 desa berstatus mandiri di Indonesia sebanyak 3,93% (2.894 desa),
maka pada tahun 2018 telah meningkat menjadi 7,43% (5.606 desa).
Dengan berbagai informasi data tersebut di atas, dan juga semangat yang dibangun dalam launching DESA BAGUS, maka desa sebagai wilayah administrasi terendah secara mandiri telah dijadikan subyek pembangunan. diharapkan mampu mendekatkan pelayanan terhadap warga melalui pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan. Mulai dari menggerakkan perekonomian, membangun sarana pendidikan, kesehatan, sarana dan prasarana energi, transportasi, dan komunikasi, serta sarana lain yang dibutuhkan. Untuk menarik ekonomi masuk dan berkembang di desa, dibutuhkan ide kreatif dan inovatif semisal membuat wisata buatan terbaik berikut mungkin stand kuliner dekat wisata, pemanfaatan media sosial, promosi media digital berlaku untuk semua perangkat desa, pengoptimalisasi BUMdes, penyewaan gedung serba guna dan lain sebagainya. Tentunya tidak perlu berkecil hati untuk terwujudnya satu data untuk Indonesia, karena hal itu dapat dimulai dari adanya desa berdata.
Oleh : Suprapto,S.Si.,M.Si
Penulis adalah Statistisi, Pemerhati Sosial dan Ekonomi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar